SLIDE GUE...

CINTA SEKOTAK KURMA

Diposting oleh ARIS KRISNA MUNANDAR

Sahabat itu mabit dan i'tikaf bersamaku di sebuah masjid di kota Tokyo. Ba'da sholat shubuh kami siap bergegas meninggalkan masjid. Dalam duduk-duduk sejenak menjelang pergi sahabat itu menunjukkan sebuah kotak berisi kurma. "Hmm, nampaknya kurma yang lezat," ujarku singkat. Dia hanya tersenyum mendengar ucapku itu. Ramadan saat itu tentu mencegah kami mencicipi kurma Rata Penuhyang tersimpan rapi dalam kotak itu. "Pemberian saudara yang duduk di sana," katanya singkat sambil menunjuk seorang sahabat lain yang masih tilawah (seingatku). Sahabat itu berjalan bersamaku dan beberapa sahabat yang lain menuju sebuah tempat di mana kami saling belajar dan saling menasihati. Kami membaca Qur'an bersama, saling menanyakan keadaan iman kami, aktifitas kami berda'wah, aktifitas kami bekerja dan belajar, dan tentang keadaan keluarga kami. Inilah usaha kecil kami untuk memelihara persaudaraan dalam melangkah. Di penghujung pertemuan kami saling mendoakan untuk kebaikan kami, umat Islam dan umat manusia seluruhnya. Setengah jam menjelang Magrib saat itu. Sahabat itu masih berjalan bersamaku menuju stasiun. Kami masih sempat bersama-sama membeli onigiri, kacang-kacangan dan air minum. "Untuk ta'jil dan buka alakadar-nya," kataku. Ia mengangguk. Dan seperti biasanya, ia selalu gesit. Ia lekas mencari makanan yang ia hendak beli. Aku lupa apakah ia membeli telur rebus di kombini saat itu. "Telur rebus di kombini ini unik dan lezat rasanya. Ada rasa asin yang sangat pas di lidah," ujarku seperti berpromosi. Tapi ... aku lupa apakah ia membeli telur rebus saat itu. Sahabat itu berpisah di stasiun sana. Arah keretanya berlawanan dengan arah keretaku. Aku berjalan menuju peron kereta tujuanku. Rasanya ada yang aneh dengan tasku. Aku sudah merasakannya sejak tadi, tapi sejak berpisah dengan sahabat-sahabatku dan sendirian berjalan di tangga menuju peron, aku benar-benar merasa ada yang aneh dengan tasku. Aku membawa mushaf Qur'an, beberapa buku, beberapa artikel ilmiah. Tapi ... rasanya tasku tak seberat ini sebelumnya, batinku. Suara pengumuman eki-in bahwa kereta itu tiba membuyarkan rasa heranku dengan tasku yang agak memberat. Aku duduk dalam kereta itu. Dan ... hey, tasku bukan hanya memberat tapi menjadi lebih gendut. Ya, tas kecilku menjadi lebih gendut dan sesak. Penasaran aku buka tas itu. Ya ampun, ada sebuah kotak yang asing di dalamnya dan segera aku mengenali kotak itu. Kotak kurma! "Wahai saudaraku, apa yang kamu lakukan? Kenapa kotak itu ada di dalam tasku?" ketikku pada ponsel kecilku, ku-klik send, dan c-mail itu melayang bersama animasi lembar-lembar amplop yang terbang di layar kecil ponsel. Aku tak bisa berbicara langsung, sebab sahabatku tentu sedang di kereta. Perjalanan yang ia tempuh ke rumahnya lebih jauh daripada yang harus kutempuh. (Kurang sopan berbicara di telepon selama di dalam kereta, setidaknya begitulah di Jepang. Karenanya ber-c-mail lebih banyak dilakukan). Lima belas menit berselang. Ponselku bergetar. "He he he, sepertinya engkau suka kurma, saudaraku. Uhibbukum filLaahi." Itu tulisan pesan sahabat itu. Ceria seperti saat ia berbicara, itu kesanku saat membaca pesan singkatnya. "Semestinya kamulah yang lebih memerlukan kurma untuk berbuka di kereta atau menemani berbukamu di hari-hari yang lain!" Kalimat ini hanya aku bisikkan dalam hati ketika membaca pesannya. Ada haru yang teramat di dalam dadaku. Pada kotak kurma itu ada pesan cinta yang sungguh hangat dan dalam. Ada persaudaraan yang mendahulukan orang lain di atas dirinya. (Meskipun tak terlalu indah, tapi kuniatkan tulisan ini secara khusus buat sahabatku; satu di antara sekian banyak kenangan indah yang pernah terukir di lubuk hati.)


Wassalam,
Aris Krisna Munandar Husein

0 komentar: