SLIDE GUE...

DUA AYAT SAJA

Diposting oleh ARIS KRISNA MUNANDAR

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah suatu kaum mengolok-olokkan kaum yang lain (karena) boleh jadi mereka (yang di olok-olokkan) lebih baik dari mereka (yang mengolok-olokkan) dan jangan pula wanita-wanita (mengolok-olokkan) wanita lain (karena) boleh jadi wanita-wanita (yang di perolok-olokkan) lebih baik dari wanita (yang mengolok-olokkan) dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah (panggilan) yang buruk sesudah iman dan barangsiapa yang tidak bertaubay, maka mereka itulah orang-orang yang zalim." (QS. Al-Hujurat : 11)
"Hai orang-orang yang beriman, jauhilah kebanyakan dari prasangka, sesungguhnya sebagian prasangka itu adalah dosa dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain dan janganlah sebahagian kamu menggunjing sebagian yang lain. Sukakah salah seorang di antara kamu memakan daging saudaranya yang sudah mati. Maka tentulah kamu merasa jijik kepadanya. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Penerima taubat lagi Maha Penyayang." (QS. Al-Hujurat : 12)

Dua ayat saja di dalam surat Al-Hujurat yang menunjukkan makna yang dalam pada kehidupan manusia. Bagaimana manusia itu membangun masyarakat muslim? Bagaimana seseorang itu hidup diantara masyarakat muslim? Yang ditegakkan di atas landasan Mahabbah/kasih sayang. Yang di pertalikan di atas landasan Mawaddah/cinta kasih. Jika tidak, jika Harakah Islamiyah tidak mengikuti sistem ini, dan tidak menjadikannya sebagai manhaj (khususnya dua ayat itu) maka tidak akan terwujud suatu masyarakat muslim dan tidak akan terjaga wujud suatu Harakah Islamiyah, tidak akan sampai sasaran dan tujuannya di persada bumi untuk selamanya.

Sesungguhnya pertalian diantara orang muslim dengan muslim yang lain, tegak di atas landasan mahabbah. Maka dari itu, jika baitul muslim / rumah tangga muslim yang jumlahnya tidak lebih dari jumlah jari-jari tangan, jika Harakah Islamiyah yang jumlahnya tidak lebih dari seratusan personil, jika masyarakat muslim yang membentuk inti-inti kehidupan bagi seluruh alam, hendak berdiri tegak di atas fondasi yang kokoh dan mencapkan kemapanannya di muka bumi secara mendalam, maka mereka harus beriltizam pada dua ayat tersebut.

Jika keluarga muslim tidak memperhatikan dua ayat tersebut, maka keluarga tersebut akan berubah menjadi persekutuan ekonomi, bahkan terkadang tanpa mendapatkan bayaran. Semua menjalankan peranannya dengan berat hati karena kejemuan telah melanda dan kebosanan telah mematikan semangatnya. Dan semua berangan-angan untuk mendapatkan waktu yang tepat untuk melepaskan diri dari kehidupan yang menjemukan tersebut.

Demikian juga halnya, jika Harakah Islamiyah tidak memperhatikan dua ayat tersebut, mereka akan berubah menjadi perkumpulan ekonomi, yang tidak mempunyai modal serta tidak memberikan gaji kepada personelnya. Masing-masing personel menjalankan peran yang dibebankan di pundaknya dengan berat hati, dan ia merasa bahwa tanggung jawab yang terletak di pundaknya di bagaikan gunung. Dan merasa bahwa dakwah yang dia kerjakan, bagaikan pelepas nyawa yang akan membinasakan kehidupan serta mengancam kemapanannya.

Tidak mungkin bagi Harakah Islamiyah dan rumah tangga muslim senantiasa hidup dalam keadaan demikian dan terus menerus demikian, pasti para personelnya akan terlepas satu demi satu, para anggota akan tercerai berai, pertemuannya tercabik-cabik dan mereka akan hilang tiada bekas.

Wassalam,

Aris Krisna Munandar Husein

CINTA SEKOTAK KURMA

Diposting oleh ARIS KRISNA MUNANDAR

Sahabat itu mabit dan i'tikaf bersamaku di sebuah masjid di kota Tokyo. Ba'da sholat shubuh kami siap bergegas meninggalkan masjid. Dalam duduk-duduk sejenak menjelang pergi sahabat itu menunjukkan sebuah kotak berisi kurma. "Hmm, nampaknya kurma yang lezat," ujarku singkat. Dia hanya tersenyum mendengar ucapku itu. Ramadan saat itu tentu mencegah kami mencicipi kurma Rata Penuhyang tersimpan rapi dalam kotak itu. "Pemberian saudara yang duduk di sana," katanya singkat sambil menunjuk seorang sahabat lain yang masih tilawah (seingatku). Sahabat itu berjalan bersamaku dan beberapa sahabat yang lain menuju sebuah tempat di mana kami saling belajar dan saling menasihati. Kami membaca Qur'an bersama, saling menanyakan keadaan iman kami, aktifitas kami berda'wah, aktifitas kami bekerja dan belajar, dan tentang keadaan keluarga kami. Inilah usaha kecil kami untuk memelihara persaudaraan dalam melangkah. Di penghujung pertemuan kami saling mendoakan untuk kebaikan kami, umat Islam dan umat manusia seluruhnya. Setengah jam menjelang Magrib saat itu. Sahabat itu masih berjalan bersamaku menuju stasiun. Kami masih sempat bersama-sama membeli onigiri, kacang-kacangan dan air minum. "Untuk ta'jil dan buka alakadar-nya," kataku. Ia mengangguk. Dan seperti biasanya, ia selalu gesit. Ia lekas mencari makanan yang ia hendak beli. Aku lupa apakah ia membeli telur rebus di kombini saat itu. "Telur rebus di kombini ini unik dan lezat rasanya. Ada rasa asin yang sangat pas di lidah," ujarku seperti berpromosi. Tapi ... aku lupa apakah ia membeli telur rebus saat itu. Sahabat itu berpisah di stasiun sana. Arah keretanya berlawanan dengan arah keretaku. Aku berjalan menuju peron kereta tujuanku. Rasanya ada yang aneh dengan tasku. Aku sudah merasakannya sejak tadi, tapi sejak berpisah dengan sahabat-sahabatku dan sendirian berjalan di tangga menuju peron, aku benar-benar merasa ada yang aneh dengan tasku. Aku membawa mushaf Qur'an, beberapa buku, beberapa artikel ilmiah. Tapi ... rasanya tasku tak seberat ini sebelumnya, batinku. Suara pengumuman eki-in bahwa kereta itu tiba membuyarkan rasa heranku dengan tasku yang agak memberat. Aku duduk dalam kereta itu. Dan ... hey, tasku bukan hanya memberat tapi menjadi lebih gendut. Ya, tas kecilku menjadi lebih gendut dan sesak. Penasaran aku buka tas itu. Ya ampun, ada sebuah kotak yang asing di dalamnya dan segera aku mengenali kotak itu. Kotak kurma! "Wahai saudaraku, apa yang kamu lakukan? Kenapa kotak itu ada di dalam tasku?" ketikku pada ponsel kecilku, ku-klik send, dan c-mail itu melayang bersama animasi lembar-lembar amplop yang terbang di layar kecil ponsel. Aku tak bisa berbicara langsung, sebab sahabatku tentu sedang di kereta. Perjalanan yang ia tempuh ke rumahnya lebih jauh daripada yang harus kutempuh. (Kurang sopan berbicara di telepon selama di dalam kereta, setidaknya begitulah di Jepang. Karenanya ber-c-mail lebih banyak dilakukan). Lima belas menit berselang. Ponselku bergetar. "He he he, sepertinya engkau suka kurma, saudaraku. Uhibbukum filLaahi." Itu tulisan pesan sahabat itu. Ceria seperti saat ia berbicara, itu kesanku saat membaca pesan singkatnya. "Semestinya kamulah yang lebih memerlukan kurma untuk berbuka di kereta atau menemani berbukamu di hari-hari yang lain!" Kalimat ini hanya aku bisikkan dalam hati ketika membaca pesannya. Ada haru yang teramat di dalam dadaku. Pada kotak kurma itu ada pesan cinta yang sungguh hangat dan dalam. Ada persaudaraan yang mendahulukan orang lain di atas dirinya. (Meskipun tak terlalu indah, tapi kuniatkan tulisan ini secara khusus buat sahabatku; satu di antara sekian banyak kenangan indah yang pernah terukir di lubuk hati.)


Wassalam,
Aris Krisna Munandar Husein

BERTENGKAR ITU INDAH

Diposting oleh ARIS KRISNA MUNANDAR

Bertengkar adalah fenomena yang sulit dihindari dalam kehidupan berumah tangga. Kalau seseorang berkata, "Saya tidak pernah bertengkar dengan isteri saya!" kemungkinannya dua, boleh jadi dia belum beristri, dan atau ia tengah berdusta. Yang jelas kita perlu menikmati saat-saat bertengkar itu, sebagaimana lebih menikmati lagi saat-saat tidak bertengkar. Bertengkar itu sebenarnya sebuah keadaan diskusi, hanya saja diantarkan dalam muatan emosi.

Kalau tahu etikanya, dalam bertengkar pun kita bisa mereguk hikmah. Betapa tidak, justru dalam pertengkaran, setiap kata yang terucap mengandung muatan perasaan yang sangat dalam, yang mencuat dengan desakan energi yang tinggi, pesan-pesannya terasa kental, lebih mudah dicerna ketimbang basa basi tanpa emosi.

Ketika akan menikah, cobalah untuk memikirkan dan merancang masa depan kehidupan berumah tangga. Satu hal yang jangan sampai terlupa adalah, merumuskan apa yang harus dilakukan jika bertengkar. Beberapa poin di bawah ini barangkali bisa menjadi "ikatan pengertian" di saat bertengkar.

Kalau bertengkar tidak boleh berjamaah. Cukup seorang saja yang marah marah, yang terlambat mengirim sinyal nada tinggi harus menunggu sampai yang satu reda. Untuk urusan marah pantang berjamaah. Seorangpun sudah cukup membuat rumah jadi meriah. Ketika Anda marah dan dia mau menyela, segera Anda katakan, "STOP! ini giliran saya!"

Begitupun jika giliran dia yang marah, jangan ikut ambil bagian. Katakan dalam hati, "Guh kekasih, bicaralah terus, kalau dengan itu hatimu menjadi lega, maka divpadang kelegaan perasaanmu itu aku menunggu...."

Marahlah untuk persoalan itu saja, jangan ungkit yang telah usang. Siapa pun kalau diungkit kesalahan masa lalunya, pasti terpojok, sebab masa silam adalah bagian dari sejarah dirinya yang tidak bisa ia ubah. Siapa pun tidak akan suka dinilai dengan masa lalunya. Sebab harapan terbentang mulai hari ini hingga ke depan. Dalam bertengkar pun kita perlu menjaga harapan dan bukan menghancurkannya. Sebab pertengkaran di antara orang yang masih mempunyai harapan, hanyalah sebuah foreplay, sedang Pertengkaran dua hati yang patah asa, menghancurkan peradaban cinta yang telah sedemikian mahal dibangun.

Kalau saya terlambat pulang dan ia marah, maka kemarahan atas keterlambatan itu sekeras apa pun kecamannya, adalah "ungkapan rindu yang keras". Tapi bila itu dikaitkan dengan seluruh keterlambatan saya, minggu lalu, awal bulan kemarin dan dua bulan lalu, maka itu membuat saya terpuruk jatuh.

Bila teh yang disajinya tidak manis, sepedas apa pun saya marah, maka itu adalah "harapan ingin disayangi lebih tinggi". Tapi kalau itu dihubungkan dengan kesalahannya kemarin dan tiga hari lewat, plus tuduhan "Sudah tidak suka lagi ya dengan saya," maka saya telah menjepitnya dengan hari yang telah pergi, saya menguburnya di masa lalu, ups! saya telah membunuhnya, membunuh cintanya.

Padahal kalau cintanya mati, siapa yang sudah?

Kalau marah jangan bawa-bawa keluarga! Saya dengan isteri saya terikat baru beberapa waktu, tapi saya dengan ibu dan bapak saya hampir berkali lipat lebih panjang dari itu, demikian juga ia dan kakak serta pamannya. Dan konsep Quran, seseorang itu tidak menanggung kesalahan fihak lain (QS.53:38-40).

Saya tidak akan terpancing marah bila cuma saya yang dia marahi. Tapi kalau ibu saya diajak serta, jangan coba-coba. Begitupun dia, semenjak saya menikahinya, saya telah belajar mengabaikan siapa pun di dunia ini selain dia, karenanya mengapa harus bawa bawa barang lain ke kancah "awal cinta yang panas ini".

Kata ayah saya, "Teman seribu masih kurang, musuh satu terlalu banyak." Memarahi orang yang mencintai saya, lebih mudah dicari maafnya dari pada ngambek pada yang tidak mengenal hati dan diri saya..." Dunia sudah diambang pertempuran, tidak usah ditambah tambah dengan memusuhi mertua!


Kalau marah jangan di depan anak anak! Anak kita adalah buah cinta kasih, bukan buah kemarahan dan kebencian. Dia tidak lahir lewat pertengkaran kita. Karena itu, mengapa mereka harus menonton komedi liar rumah kita. Anak yang melihat orang tua nya bertengkar, bingung harus memihak siapa. Membela ayah, bagaimana ibunya? Membela ibu, tapi itu kan bapak saya.

Misal, ketika anak mendengar ayah-ibunya bertengkar:

Ibu : "Saya ini capek, saya bersihkan rumah, saya masak, dan kamu datang main suruh begitu, memang saya ini babu?!"

Bapak : "Saya juga capek, kerja seharian, kamu minta ini dan itu dan aku harus mencari lebih banyak untuk itu. Saya datang hormatmu tak ada, memang saya ini kuda?!" *

Anak : "Yaaa ... Ibu saya babu, Bapak saya kuda ....terus saya ini apa?"

Kita harus berani berkata : "Hentikan pertengkaran!" ketika anak datang, lihat mata mereka, dalam binarannya ada rindu dan kebersamaan. Pada tawanya ada jejak kerjasama kita yang romantis, haruskah ia mendengar kata bahasa hati kita?


Kalau marah jangan lebih dari satu waktu shalat! Pada setiap tahiyyat kita berkata, "Assalaa-mu 'alaynaa wa 'alaa'ibaadilahissholiihiin," Ya Allah damai atas kami, demikian juga atas hamba hambamu yg sholeh.


Nah andai setelah salam kita cemberut lagi, setelah salam kita tatap isteri kita dengan amarah, maka kita telah mendustai-Nya, padahal nyawamu di tangan-Nya.


OK, marahlah sepuasnya kala senja, tapi habis Maghrib harus terbukti lho itu janji dengan Ilahi. Marahlah habis Subuh, tapi jangan lewat waktu Zuhur, Atau maghrib sebatas Isya... Atau habis Isya sebatas..? Nnngg... Ah kayaknya kita sepakat kalau habis Isya sebaiknya memang tidak bertengkar...


Tapi yang jelas memang begitu, selama ada cinta, bertengkar hanyalah "proses belajar untuk mencintai lebih intens" ternyata ada yang masih setia dengan kita walau telah kita maki-maki.


Wassalam,
Aris Krisna Munandar Husein

KAU DAN AKU

Diposting oleh ARIS KRISNA MUNANDAR

Nikmati waktu selagi kita duduk di punjung, Kau dan Aku;

Dalam dua bentuk dan dua wajah -- dengan satu jiwa,

Kau dan Aku.

Warna-warni taman dan nyanyian burung memberi obat keabadian

Seketika kita menuju ke kebun buah-buahan, Kau dan Aku.

Bintang-bintang Surga keluar memandang kita --

Kita akan menunjukkan Bulan pada mereka, Kau dan Aku.

Kau dan Aku, dengan tiada 'Kau' atau 'Aku',

akan menjadi satu melalui rasa kita;

Bahagia, aman dari omong-kosong, Kau dan Aku.

Burung nuri yang ceria dari surga akan iri pada kita --

Ketika kita akan tertawa sedemikian rupa; Kau dan Aku.

Ini aneh, bahwa Kau dan Aku, di sudut sini ...

Keduanya dalam satu nafas di Iraq, dan di Khurasan --

Kau dan Aku.


(Jalaluddin Rummi)